Blogroll

Monday, June 17, 2013

Kisah Sukses Chairul Tanjung

Chairul Tanjung: “Ibuku adalah Kunci Sukses Saya”


1355496486147462909
Pak CT berbagi pengalaman dan pembelajaranya di TB Gramedia, Basuki Rachmat, Surabaya, 10/11/2012 (Foto: koleksi pribadi penulis)
Pada Sabtu, 10 November 2012, saya menyempatkan diri datang ke Toko Buku  Gramedia, Jalan Basuki Rachmat, Surabaya. Khusus untuk menghadiri acara “Sharing, Learning, Book Signing,” bersama  Chairul Tanjung. Tentu saja, tidak lupa membawa buku Chairul Tanjung, Si Anak Singkong yang sudah saya beli sejak pertamakali terbit untuk ditandatangani oleh Pak CT (panggilan akrab Chairul Tanjung).
Buku yang sangat inspiratif ini pada 17 November 2012, telah mendapat penghargaan sebagai “Book of the Year” oleh Ikatan Penerbit Buku Indonesia (IKAPI).
Ternyata, peminat acara ini sangat banyak. Bagian ruangan dari Toko Buku Gramedia yang dikhususkan untuk acara tersebut terasa penuh sesak. “Beruntung,” meskipun hanya bisa berdiri, posisi saya hanya sekitar 3 meter dari tempat Pak CT berbicara, berbagi pengalamannya itu.
Acaranya dimulai sekitar pukul 16:30 – 18:30 WIB. Durasi yang 2,5 jam itu tidak terasa lamanya, bahkan terasa kurang untuk mendengar langsung dari Pak CT tentang pengalaman hidupnya dalam mencapai kesuksesan besar sebagai salah satu konglomerat, dan orang terkaya kelima di Indonesia menurut versi Majalah Forbes.
Selain secara singkat menceritakan pengalaman suksesnya, Pak CT juga menyampaikan ambisi, cita-cita, visi dan misinya demi memajukan bangsa dan negara ini. Menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara besar, negara maju dan disegani di dunia ini.
Kata Pak CT, salah satu unsur utama untuk bisa mencapai cita-cita tersebut adalahhuman resources, sumber daya manusia (SDM). Kita harus bisa mengubah keadaan, dari selama ini sebagai negara yang berbasis buruh murah, menjadi negara yang berbasis SDM berilmupengetahuan dan berteknologi tinggi. Dengan mempunyai SDM seperti ini, maka Indonesia dapat menjadi negara maju yang berpenghasilan tinggi.
Lanjut Pak CT, rakyat Indonesia itu jumlahnya sangat banyak, lebih 240 juta. Penduduknya itu harus terdidik, harus sehat. Karena kalau dia tidak terdidik, dia tidak sehat, maka dia akan menjadi beban. Selain harus sehat dan terdidik, dia itu harus kreatif, inovatif dan harus produktif. Kepada mereka yang masih belajar, mahasiswa, janganlah bermimpi menjadi pekerja, tetapi bermimpilah menjadi pencipta lapangan kerja.
Menjawab pertanyaan seorang peserta acara itu, CT menyampaikan nasihatnya sebagai berikut, untuk menjadi “from nobody to be somebody, from nobody to be something, mulailah dari sesuatu yang kecil, yang memang paling mampu kita lakukan. Mulailah dari yang dekat. Jangan pernah mimpi, saya harus begini, besok jadi konglomerat. Tidak mungkin bisa. Mulailah dari menapak anak tangga demi anak tangga.
“Waktu saya kuliah, saya berusaha cari uang bukan berpikir supaya menjadi konglomerat. Bukan. Apa itu konglomerat saja waktu itu tidak mengerti. Mulailah dari lingkungan terdekat, yang bisa kita jangkau. Paling penting adalah do something, kerjakan sesuatu. Jangan mimpi terus, tidak berbuat sesuatu. Lakukan sesuatu, action, sekecil apapun. …”
13554982471198431806
Pak CT ketika berbagi pengalaman dan kiat suksesnya. (Foto: koleksi pribadi penulis)
Membuat buku, menjualnya dengan harga yang relatif terjangkau, mengadakan acara semacam ini di berbagai kota di Indonesia, adalah bagian kecil dari strategi pencapaian cita-cita Pak CT untuk membuat Indonesia menjadi negara besar, yang diperhitungkan oleh dunia internasional.
Dengan berbagi pengalaman yang ditulis dibukunya, dan berkomunikasi langsung dengan para generasi muda, seperti ini, diharapkan akan membuat semakin banyak anak muda yang termotivasi untuk maju menjadi pengusaha besar seperti dirinya. Terciptanya “1.000 konglomerat” adalah salah satu impian Pak CT.
Beberapa tahun sebelumnya, sebenarnya pihak Penerbit Gramedia-Kompas, dalam hal ini Tjahja Gunawan Diredja,  sudah beberapakali menghubungi Pak CT agar bersedia membuat buku tentang dirinya; seorang pengusaha besar yang dalam usianya yang masih muda telah mencapai kesuksesan yang sedemikian mengagumkan. Ketika hampir semua perusahaan besar, termasuk para konglomerat berjatuhan di masa krisis moneter, perusahaan-perusahaan milik CT di bawah bendera Para Grup tetap bisa eksis. Bank Mega, miliknya, bukan saja mampu bertahan di masa krisis tersebut, tetapi juga bahkan meraih untung besar lewat transaksi pinjaman antarbank (call money).
Tetapi, waktu itu Pak CT menolak secara halus ide pembuatan buku tentang dirinya itu. Alasan masih merasa kurang layak kisah hidupnya dibukukan. Lagipula, merasa tidak enak, ketika banyak pihak yang jatuh dalam kesusahan, justru dia menampilkan diri sebagai orang sukses. Seolah-olah menyombongkan diri.
Seiring berlalunya waktu, setelah beberapakali berusaha meyakinkan Pak CT, dengan dasar pemikiran bahwa bukunya tersebut akan dibuat menjadi sebuah buku yang penuh inspirasi dan motivasi bagi generasi muda bangsa, akhirnya Pak CT mau juga kisah hidup, atau lebih tepatnya kisah suksesnya itu dibukukan. Tahun 2012 pun dipilih untuk peluncuran bukunya yang berjudul Chairul Tanjung, si Anak Singkong itu, bertepatan dengan perayaan HUT Pak CT yang ke-50.
Pak CT, seperti yang dituturkan oleh Tjahja Gunawan Diredja, penulis buku tersebut, sebenarnya ingin yang menulis buku biografinya itu adalah Ramadhan K.H., seorang penulis besar “khusus” biografi, yang dikagumi Pak CT. Tetapi karena yang bersangkutan sudah meninggal dunia, maka  Tjahja Gunawan Diredja-lah yang menulisnya. Seorang wartawan senior dari Harian Kompas.
13554986331129465784
Pak CT dan Tjahja Gunawan Diredja (Foto: koleksi pribadi)
(Mengenai penulisan buku ini sendiri sebenarnya sempat diwarnai dengan permasalahan antara Tjahja dengan seorang sahabatnya yang bernama Inu Febriana, yang mengaku sebagai ghost writer buku tersebut. Dia mempermasalhan pembagian royalti dan penyebutan nama di buku itu. Sedangkan Tjahja mengaku, benar Inu-lah yang membuat transkrip dari wawancara-wawancara yang dijadikan bahan penulisan buku, tetapi bukan seorang ghost writer. Selengkapnya, silakan baca di sini).
Pak CT berpesan kepada Tjahja agar menulis bukunya itu harus dibuat dengan bahasa yang sederhana, gampang dimengerti oleh semua orang, tidak berkesan menyanjungkan diri sendiri dan merendahkan orang lain, dan sebagainya. Pokoknya mirip seperti yang ditulis Ramadhan K.H. Tjahja mengaku, demi memenuhi kehendak Pak CT itu, dia sampai membaca habis beberapa buku biografi karya Ramadhan K.H.
Agar bukunya tersebut sedapat mungkin bisa terjangkau daya beli sebanyak mungkin orang, Pak CT sampai berunding langsung dengan pimpinan Penerbit Gramedia-Kompas mengenai harga jual bukunya tersebut. Pak CT mengatakan, pokoknya bukunya itu harus dijual semurah mungkin. Untuk itu, pihak Penerbit tidak usah membayar kepadanya sepeser pun royaltinya dari hasil penjualan buku tersebut.
Menurut Pak CT, normalnya buku setebal bukunya itu harga jualnya di atas Rp 100.000 per eksemplar. Namun, dari hasil perundingan tersebut, akhirnya disepakati harga jualnya Rp 58.000. Itu pun masih berusaha ditawar oleh Pak CT, tetapi pimpinan Penerbit Gramedia-Kompas itu angkat tangan. Katanya, kalau lebih murah lagi, berarti pihaknya harus nombok.
Dari sekian banyak pemaparan Pak CT, termasuk ketika menjawab beberapa pertanyaan peserta acara, salah satu pesan yang sangat mendalam bagi saya adalah ketika dia memberitahu tentang kunci suksesnya. Kunci sukses itu kelihatanya sangat sederhana dan umum, tetapi bagi Pak CT justru kunci sukses tersebut adalah yang paling besar, yang paling utama. Yang membuatnya menjadi seperti sekarang. Kunci sukses itu, tak lain adalah ibunya sendiri. Bagi Pak CT, ibunya itu adalah segala-galanya. Tidak ada orang sukses di muka bumi ini yang tidak menghormati orangtuanya, terutama sekali ibunya.
Pengalaman di masanya awal kuliahnya di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia merupakan momentum bagi Pak CT sehingga begitu menghormati dan menyayangi ibunya. Seperti yang dikisahkan di bukunya itu. Ketika itu sebetulnya orangtuanya tidak mampu untuk membiayai masuk kuliah Pak CT. Tetapi, kemudian ibunya diam-diam menjual kain batik halus kesayangannya untuk mencukupi membayar biaya masuk kuliah anak laki-laki kesayangannya itu.
Ketika ibunya memberitahukan hal itu kepada Pak CT dengan maksud mendorong anaknya belajar dengan sungguh-sungguh, Pak CT yang sudah senang bisa kuliah di Fakultas Kedokteran UI itu sangat terperanjat. Tidak menyangka sampai sedemikian dalam kasih dan pengorbanan ibunya kepadanya itu. Sejak itulah dia berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak lagi membebani orangtuanya, dengan belajar sungguh-sungguh dan berusaha mencari penghasilan sendiri. Usaha itu dimulai dengan menjual jasa fotokopi di kampusnya.
Ketika menjawab pertanyaan peserta tentang kunci suksesnya, Pak CT menyampaikan tentang pandangannya terhadap ibu(nya),  sebagai berikut:
“Di mana-mana peran ibu menjadi kunci yang besar. Di agama yang saya anut, selalu mengedepankan peran ibu sangat penting.
Pertama itu selalu ibu, yang kedua ibu, yang ketiga ibu. Baru yang keempat bapak. Peran ibu itu begitu luar biasa.
(Oleh karena itu) yang masih memiliki ibu, memiliki orangtua. Jaga, rawat, hormati, jangan pernah sakiti hatinya. Kenapa? Ibu adalah “jimat” kesuksesan saya dan anda.
Tidak pernah ada orang sukses yang tidak hormat pada orangtuanya. Apalagi kepada ibunya. Karena ibu itu kalau berdoa, paling lempeng, paling cepat diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Jadi, betul, ibu adalah kunci dari kesuksesan saya, dan anda!”
1355498706231948371
Peserta yang memenuhi ruangan acara di TB Gramedia, Basuki Rachmat, Surabaya, 10/11/2012 (Foto: Koleksi pribadi)
Pak CT memang tidak akan pernah lupa kepada ibunya seumur hidupnya.
Di bukunya itu pula, Pak CT mengisahkan tentang permintaan ibunya yang hendak naik haji. Ketika itu, Pak CT sudah menjadi pengusaha besar yang sukses. Sudah punya Bank Mega, dan sebagainya. Permintaan ibunya yang disampaikan langsung kepada Pak CT itu sempat membuat Pak CT bimbang. Bukan soal apa, tetapi soal siapakah yang bisa mendampingi ibunya ke Mekkah untuk naik haji itu. Kalau mau, tentu saja dia tinggal menyuruh salah satu orang kepercayaannya, atau kerabatnya untuk keperluan tersebut. Sebab, Pak CT sendiri sudah sangat sibuk. Kalau dia sendiri yang mendampingi ibunya tentu banyak pekerjaan yang harus ditinggalkannya.
Namun akhirnya, Pak CT mengikuti suara hatinya. Dia memutuskan dia sendirilah yang mendampingi ibunya naik haji, sekalian dia ikut naik haji. Mendelegasikan semua pekerjaan yang ditinggalkannya selama di Mekkah kepada orang kepercayaannya.
Ternyata, selama di Mekkah itulah Pak CT mendapat banyak sekali pengalaman rohani, yang membuat dia semakin mencintai ibunya, dan semakin yakin keputusannya untuk mendampingi ibunya adalah sesuatu yang bukan saja tepat, tetapi sudah merupakan suatu amanah.
Sejak pulang dari naik haji mendampingi ibunya itu, Pak CT mengaku, korporasinya di bawah nama Para Grup mengalami kemajuan yang jauh lebih pesat daripada sebelumnya. Sejak 11 Desember 2011, nama Para Grup diganti dengan nama CT Corp. “CT” adalah inisial dari namanya sendiri, Chairul Tanjung.
Perusahaan-perusahan besar terkenal yang bernaung di bawah CT Corp, antara lain adalah Bank Mega dan Asuransi Mega, Trans TV dan Trans7, Trans Studio, Bandung Supermal, Carrefour,  Metro Department Store, detik.com, Coffe Bean and Tea Leaf, Baskin Robbins, Wendys,  PT Mahagaya Perdana pemegang merek-merek mewah internasional; Prada, Miu Miu, Tod’s, Aigner, Brioni, Celio, Hugo Boss, Francesco Biasia, Jimmy Choo, Canali, dan Mango, dan masih banyak lagi perusahaan besar milik Pak CT yang bernaung di bawah bendera CT Corp itu yang bergerak di bidang jasa keuangan, perhotelan, traveling, perkebunan, dan lain-lain.
Pada 20 November 2012, saham Carrefour telah dibeli 100 persen oleh CT Corp. Nama “Carrefour” akan menjadi “Trans Carrefour.” Nama dan logo Carrefour akan semakin kecil dan akhirnya “menghilang” dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Diganti dengan nama “Trans … ” dengan logo baru.
Ini adalah cuplikan pesan Pak CT kepada semua peserta acara tentang arti seorang ibu baginya (video milik pribadi):

Pada waktu acara penandatanganan buku, terjadilah antrian yang cukup panjang. Ketika giliran saya, setelah buku saya ditandatangan, saya sengaja menyodor tangan saya untuk berjabat tangan dengan Pak CT. Dengan tersenyum ramah, dia menjabat tangan saya, sambil berkata, “Terima kasih, ya, Mas.”
Setelah acara selesai, sebagian peserta masih mengajak Pak CT untuk foto bersama. Meskipun Pak CT harus segera ke Bandara Juanda, karena harus ke Singapura malam itu, Pak CT masih saja mau meladeni permintaan foto bersama itu.
1355533196689711493
Buku CHAIRUL TANJUNG, SI ANAK SINGKONG milik saya yang telah ditandatangani oleh Pak CT (atas) dan Pak Tjahja Gunawan Diredja (bawah) (Foto: Koleksi pribadi penulis)
Akhirnya, karena waktu semakin mepet, Pak CT minta maaf, mengatakan dia harus segera ke Bandara Juanda, karena mau ke Singapura. Waktu Pak CT berjalan tergesa-gesa melewati saya, tanpa ragu, saya kembali menyodorkan tangan saya untuk berjabat tangan lagi dengan dia. Kalau orang lain, mungkin akan mengabaikan, tetapi tidak bagi Pak CT. Dia masih menyempatkan diri berhenti sejenak untuk menyambut ajakan jabat tangan saya itu, “Selamat jalan, ya, Pak. Terima kasih,” kata saya. Pak CT mengangguk, tersenyum.
Saya yang baru pertamakali bertemu langsung dengan Pak CT mendapat kesan bahwa dia adalah seorang konglomerat muda paling sukses, tetapi sangat rendah hati dan bersahaja. Komitmennya untuk menyumbangkan, berbagi pengalaman suksesnya demi kemajuan bangsa dan negara dicintainya ini, tak diragukan sedikitpun.
Pak CT telah banyak memberi sumbangan bagi kemajuan negara ini, antara lain dengan membuka lapangan kerja bagi sedikitnya 75.000 orang yang bekerja di bawah bendera CT Corp., demikian juga dengan misi-misi kemanusiaan yang diselenggarakan oleh perusahaan-perusahaannya dalam rangka Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, atau Corporate Social Responsibility ( CSR), maupun misi-misi kemanusiaan dari dirinya sebagai pribadi.
Sosok PT CT memang patut menjadi panutan. Terutama bagi generasi muda bangsa, untuk bersama membangun negeri ini. Menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara maju, berpenghasilan tinggi bagi rakyatnya. ***


0 comments:

Post a Comment